Bogor – Pusat Studi Damai dan Resolusi Konflik (PSDRK) Fakultas Keamanan Nasional (FKN) Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Mengatasi Terorisme di Papua: Tugas Siapa?”, dibuka oleh Dekan FKN Unhan RI Mayjen TNI Dr. Ir. Pujo Widodo, S.E., S.H., S.T., M.A., M.D.S., M.Si., M.Si (Han)., melalui daring zoom meeting. Rabu, (20/7/2022).
FGD Pusat Studi Damai dan Resolusi Konflik (PSDRK) FKN Unhan RI menghadirkan narasumber yaitu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., membahas topik “Peran dan Fungsi BNPT dalam Interagensi Penanganan Terorisme” dan Dosen Unhan RI Dr. Anang Puji Utama, SH., M.Si., dengan topik “Perspektif Hukum dalam Penanganan Terorisme”, serta bertindak selaku Moderator yaitu Dosen Prodi DRK FKN Unhan RI Kolonel Dr. Arifuddin Uksan, S.Ag., M.Ag., CIQnR.
Dekan FKN Unhan RI, dalam sambutannya menyampaikan Papua adalah bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia yang sah di mata hukum, baik secara nasional maupun internasional. Hal tersebut diperkuat dan tertuang dalam resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2504 pada tahun 1969. Irian Barat tetap menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia melalui penentuan pendapat rakyat (Pepera) pada 2 Agustus 1969 yang dilakukan secara aklamasi.
Mengingat bahwa Papua adalah bagian yang sah dari kedaulatan Indonesia secara hukum nasional maupun internasional, maka berkembangnya kelompok-kelompok teroris saat ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus ada tindakan dari negara untuk menyikapi adanya keinginan suatu wilayah untuk memisahkan diri dari kedaulatan Indonesia dan yang terjadi saat ini di Papua adalah terorisme. Negara mempunyai hak untuk mengatasi kelompok tersebut dengan memerintahkan pelaksanaan operasi militer secara terukur dan terbatas.
Di Indonesia, segala hal tentang terorisme diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang. Menurut undang-undang ini, terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Keterlibatan militer Indonesia, khususnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang secara umum memang telah menjadi kewajiban mereka untuk mengatasi serta menindaklanjuti upaya-upaya terorisme di Indonesia. Undang-undang mengamanatkan bahwa kebijakan dan strategi nasional penanggulangan tindak pidana terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, TNI, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah non-Kementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme.
Kontribusi militer dalam memberantas terorisme di Indonesia tidak hanya terbatas pada keterlibatan TNI namun tentu saja peran TNI dan Polri bersatu untuk dapat bersama memberantas tindak pidana terorisme. Upaya pemberantasan terorisme terus diupayakan oleh bangsa Indonesia demi menjaga persatuan dan keutuhan bangsa ini. Peran masyarakat sendiri juga sangat penting dalam menjaga stabilitas persatuan ini. Tidak hanya mengandalkan aparatur keamanan dan pertahanan namun masyarakat harus benar-benar waspada dan berhati-hati serta memiliki pemahaman nasionalisme yang kuat dalam dirinya masing-masing.
Melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini diharapkan mampu menghasilkan pembahasan yang komprehensif yang juga ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Sehingga nantinya dapat memberikan bahan rekomendasi terkait penanganan terorisme.
(Humas Unhan RI)