Bogor – Fakultas Strategi Pertahanan Unhan melalui program studi perang asimetris menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Strategi Menghadapi Ancaman Perang Mindset Dalam Era keterbukaan Informasi”, bertempat di ruang Serbaguna Gedung auditorium Lt.2 Kampus Bela Negara Komplek IPSC Sentul. Kamis (23/5)
Fokus Group Discussion menghadirkan narasumber Ketua Lembaga Sensor Film Republik Indonesia Mayor Jenderal (Purn) Dr. Ahmad Yani Basuki, M.Si, dan Kapus Psikologi BIN Brigadir Jenderal TNI Drs. Gunawan, D.E.S.S.
Kegiatan dibuka oleh Dekan Fakultas Strategi Pertahanan yang diwakili oleh Wakil Dekan FSP Laksamana Pertama TNI Dr. Suhirwan, S.T., M.MT., dalam sambutannya menyampaikan bahwa kondisi saat ini NKRI sedang menghadapi tiga dimensi ancaman berupa ancaman belum nyata, ancaman nyata, dan ancaman non-fisik terhadap mindset seluruh rakyat indonesia. ancaman mindset ini memiliki karakteristik bersifat massive, sistematis dan terstruktur yang dapat mempengaruhi dan merusak Mindset atau pemikiran, serta jati diri bangsa indonesia melalui pengaruh ideologi asing yang tidak sesuai dengan budaya kita.
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah menimbulkan besarnya ruang untuk memunculkan ide dan opini yang berkaitan dengan ideologi. dampaknya dalam perang mindset adalah meningkatnya Eksklusifisme, Ektarianisme, dan indikasi menguatnya paham radikalisme. untuk itu, sebagai bangsa yang berdaulat, Indonesia harus cepat mencermati, memahami dan mengantisipasi timbulnya perang mindset yang menjadi dampak dari keterbukaan informasi tersebut.
Diawali paparan Mayjen TNI (Purn) Ahmad Yani Basuki, M.Si, dengan topik “Perang Mindset Dalam Era Keterbukaan Informasi”, dalam pemaparannya dilatarbelakangi penjelasan tentang kompleksitas ancaman kontemporer, yang saat ini ancaman non militer cenderung mengemuka daripada ancaman militer, dimana telah terjadi pergeseran dimensi ancaman dari dimensi “Teritory Security” ke “Human Security” seperti Food Security, Enviromental Security, Economic Security, Cultural Security, kemudian kearah “Teritory Security” dimensinya pada batas wilayah, untuk ancaman pada “Human Security” berdimensi luas terkait aspek-aspek kehidupan manusia. Setiap warga negara butuh perlindungan keamanan yang berkaitan dengan sandang, pangan, papan, kesehatan, kenyamanan dll untuk kelangsungan hidupnya.Berkembang pandangan, perang ke depan adalah perang berebut Sumber Energi.
Dengan adanya penguasaan terhadap Informasi dan pola transfer Informasi dapat menimbulkan terbuka Ruang Perang Mindset, untuk memperoleh suatu nilai informasi yang tepat hal terkait dengan budaya keilmuan yang diukur dari kemampuan minat baca, untuk kondisi saat ini Bangsa Indonesia dari hasil riset yang dilakukan oleh Control
Connectitude State University pada Maret 2016 di Indonesia dengan judul risel “Most Littered Nation In The World” menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara, sementara dari riset oleh UNESCO Minat baca Indonesia baru mencapai 0,001 %.
Pada pemaparannya dijelaskan juga tentang jenis Mindset yang terdiri dari Fixed Mindset (Mindset Tetap) yang terbentuk dari nilai-nilai dasar yang diyakini kebenarannya dan melandasi sikap dan perilakunya., Selin itu Growth Mindset (Mindset Berkembang) yang terbentuk dari keyakinan bahwa nilai-nilai dasar itu bukan sesuatu yang statis tetapi bisa diubah dan dikembangkan dengan nilai-nilai baru.
Dari kedua jenis mind set tersebut dapat disingkapi Perang Mindset sebagai Upaya merubah cara pandang seseorang dengan mempromosikan nilai, dimana nilai baru dengan memanfaatkan potensi Growth Mindset dan melemahkan atau menghancurkan potensi Fixed Mindset, melalui intervensi budaya dengan berupaya menguasai potensi bangsa.
Sementara pada pemapar narasumber kedua Brigjen TNI Drs. Gunawan, D.E.S.S., dengan topik “Deteksi dan Strategi Menghadapi Ancaman Perang Mindset Melalui Penggunaan Keterbukaan Informasi”, yang menjelaskan tentang Pengertian perang mindset, faktor-faktor yang mempengaruhi perang mindset, fenomena dalam perang mindset, serta cara deteksi dan strategi menghadapi dampak dari perang mindset.
Perang mindset atau perang psikologi bertujuan untuk mempengaruhi dan memodifikasi aspek-aspek psikologis kelompok sasaran secara terencana dalam upaya membentuk, mendorong dan memperkuat sikap serta perilaku kelompok sasaran sesuai keinginan. Dalam hal ini mindset dalam arti posisi atau pandangan mental seseorang yang mempengaruhi pendekatan seseorang dalam menghadapi suatu fenomena, dalam hal ini terdiri dari asumsi, metode, atau catatan dari orang atau kelompok yang tertanam sangat kuat, yang dibentuk melalui pendidikan, pengalaman dan prasangka.
Lebih lanjut dijelaskan tentang Fenomena dalam Perang Mindset, seperti kondisi Post-truth yang sengaja dikembangkan dan menjadi alat propaganda dengan tujuan mengolah sentimen masyarakat sehingga bagi yang kurang kritis akan dengan mudah terpengaruh yang diwujudkan dalam bentuk empati dan simpati terhadap agenda politik tertentu yang sedang diskenariokan. Salah satu faktor yang menjadi katalisator berkembangnya post-truth adalah kehadiran teknologi informasi yang berimplikasi pemanfaatan media sosial yang tidak tepat, teknologi digital- telah mampu menciptakan realitas sendiri, sesuai dengan agenda setting kelompok kepentingan. Fakta obyektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik karena lebih kuat emosi dan keyakinan pribadi.
Kemudian fenomena yang terjadi Firehose of Falsehood, merupakan Teknik propaganda Rusia yang punya dua karakteristik, adanya tingkat pesan atau informasi dalam jumlah yang sangat tinggi dan adanya penyebaran informasi yang salah, sebagian benar, atau berupa fiksi yang bersifat masif dan menggunakan banyak kanal, cepat dan terus menerus, berulang ulang, tidak komitmen pada fakta dan tidak komitmen pada konsistensi. Tujuannya secara psikologis adalah untuk mengaktifkan dan mengisi ‘reptilian brain’ individu secara masal dengan ‘fear’ (ketakutan).
Berdasarkan Singer dan Brooking (2017), penyebaran emosi melalui jaringan sosial dapat menyebar dengan cepat seperti virus tanpa perlu adanya interaksi langsung antara sumber dan penerima informasi., Hanya dengan memberikan informasi yang mengandung unsur emosi baik yang positif maupun negatif, maka penerima informasi dapat ikut merasakan emosi tersebut.
Kegiatan FGD ini juga diwarnai dengan kegiatan diskusi dan tanya jawab Anatar peserta dan narasumber,yang membahas tentang kemampuan sebagai sensor mandiri terhadap perkembangan informasi, konsep yang telah dilaksanakan untuk mendeteksi dan strategi menghadapi perang mindset, serta konsep pengembangan sosialisasi secara terpadu kepada masyarakat berbagai lapisan dalam menghadapi ancaman perang mindset .
Kegiatan FGD ini diakhiri dengan pemberian cinderamata dan sertifikat kepada narasumber oleh Dekan Fakultas Strategi Pertahanan yang dilanjutkan dengan kegiatan foto bersama. (Anh).
Mengetahui : Kabag Humas Unhan