Bogor – Mahasiswa Fakultas Keamanan Nasional, Prodi Damai dan Resolusi Konflik (DRK) Universitas Pertahanan (Unhan) pada Hari ke empat ini melaksanakan kunjungan ke Demilitarization Zone (DMZ) dan Dora Observatory yang berada di Desa Paju, Korea Selatan. Kunjungan ini dipimpin oleh Ketua LPPPM Unhan, Laksamana Muda TNI Dr. Drs. Ir Suyono Thamrin, M.Eng.Sc., didampingi Sesprodi Damai dan Resolusi Konflik, Kolonel Inf Dr. Bambang Wahyudi, MM, M.Si, beserta tiga Dosen pembimbing serta 26 orang mahasiswa Prodi DRK. Jum’at (27/6)
Seperti yang dikatakan oleh Sesprodi DRK bahwa kunjungan ini untuk menunjang penelitian Kuliah Kerja Luar Negeri Prodi DRK yang mengambil tema “Proses Reunifikasi Korea dalam Perspektif Pemuda Korea Selatan”, Sehingga diperlukan study lapangan agar mahasiswa mendapatkan informasi yang aktual dan fakta di lapangan tentang proses reunifikasi Korea khususnya dilihat dari pandangan para pemuda Korea Selatan.
Pada kunjungnan ini seluruh rombongan KKLN Prodi DRK Fakultas Keamanan Nasional Unhan, menyaksikan penayangan film mengenai Zona Demiliterisasi (DMZ), dalam film ini menjelaskan tentang DMZ sebagai sebuah wilayah di semenanjung Korea yang membatasi Korea Utara dari Korea Selatan, dengan panjang area DMZ 150 mil yang menggabungkan wilayah di kedua sisi garis gencatan senjata di akhir Perang Korea pada tahun 1950-1953. Daerah utara dan selatan demarkasi sangat tertutup dan dibatasi oleh sekat-sekat benteng meskipun jarang terjadi pertempuran antara kedua belah pihak.
Setelah menyaksikan penayangan film mengenai Zona Demiliterisasi (DMZ),, seluruh rombongan KKLN ini berkesempatan memasuki third tunnel of aggression atau sebuah terowongan yang panjangnya mencapi 1,635 meter dengan tinggi 2 meter, terowongan ini dibuat oleh tentara Korea Utara untuk memata-matai Korea Selatan.
Selain third tunnel of aggression, di dalam wilayah DMZ terdapat Desa P’anmunjom yang dikenal sebagai “desa gencatan senjata”, sekitar 5 mil (8 km) di sebelah timur Kaesong (Korea Utara). Meski begitu, sebagian besar wilayah DMZ telah menyatu kembali kepada alam, menjadikannya salah satu daerah yang belum berkembang di Asia.
Dalam perkembangannya zona DMZ ini juga menjadi lokasi diskusi damai, selama Perang Korea dan sejak itu menjadi lokasi berbagai konferensi mengenai isu-isu terkait Korea Utara dan Selatan, sekutu, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Zona DMZ ini didirikan pada 27 Juli 1953, ketika Kesepakatan gencatan senjata ditandatangani selama Perang Korea., DMZ mencakup sebagian besar area dari Gyeonggi-do ke Gangwon-do, termasuk tujuh kota berbeda dan kabupaten kecil Paju, Yeoncheon, Cheorwon, Hwacheon, Yanggu, Inje dan Goseong.
Zona ini telah dilindungi dari gangguan manusia selama sekitar 6 dekade dan secara tidak sengaja menjadi surga bagi satwa liar, menjadikannya tujuan populer bagi pecinta alam. DMZ dulunya merupakan tanah pertanian dan kemudian menjadi medan pertempuran yang porak poranda.
DMZ hampir tidak tersentuh sejak akhir pertempuran namun sekarang zona ini mengandung banyak ekosistem termasuk hutan, estuari, dan lahan basah yang sering dikunjungi burung-burung yang bermigrasi. Hal ini kemudian berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi ratusan spesies burung, di antaranya adalah burung bangau putih dan mahkota merah yang terancam punah, dan merupakan rumah bagi puluhan spesies ikan dan beruang hitam Asia, lynxes, dan mamalia lainnya, Pada pertengahan tahun 2007, layanan kereta api terbatas dilanjutkan di seluruh DMZ.
Setelah meninjau zona DMZ, kegiatan KKLN Prodi Damai dan Resolusi Konflik FKN Unhan, dilanjutkan dengan melihat perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan, dengan mengunjungi Dora Observatory yang berada di wilayah pegunungan Dorasan yang berlokasi tidak jauh dari Third Tunnel of Aggression, mahasiswa pun dapat melihat perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan dengan menggunakan teropong pengamatan, selain itu terlihat juga Gaeseong, Songaksan, Kim Il-Sung Statue, dan Cooperation Farm (Geumamgol).
Sebelum mengakhiri kegiatan KKLN Prodi Damai dan Resolusi Konflik FKN Unhan, mahasiswa DRK berkesempatan untuk bertemu dengan pasukan khusus Militer Republik Korea Selatan yang berada di DMZ, dari pertemuan ini seakan menyiratkan makna bahwa sesungguhnya bela negara adalah hal yang wajib dilakukan oleh seluruh warga negaranya, yang berbeda adalah cara pendidikannya, Jika Korea Selatan memberlakukan wajib militer, maka Indonesia memberikan pendidikan bela negara dengan menyinergikan seluruh kementerian dan lembaga baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan dasar bela negara. (Anh)
Mengetahui : Kabag Humas Unhan