Jakarta – Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Letnan Jenderal TNI (Purn.) Jonni Mahroza, S.I.P., M.A., M.Sc., Ph.D., yang diwakili oleh Dekan Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, S.I.P., M.Sc., secara resmi membuka perkuliahan eksklusif internasional yang menghadirkan Dosen Luar Negeri Program Eksekutif Program Studi Strategi Perang Semesta, Dr. Zeno Leoni, dari King’s College London, Inggris. Perkuliahan ini diikuti oleh mahasiswa Pascasarjana Program Magister Eksekutif (S-2) Strategi Perang Semesta Unhan RI dan dilaksanakan di Ruang Kelas Eksekutif, Lantai 2, Kampus Pascasarjana Unhan RI, Jl. Salemba No. 14, Jakarta Pusat, pada Selasa (26/11).
Dalam sambutannya, Dekan FSP Unhan RI mengungkapkan harapannya agar para mahasiswa dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperdalam pengetahuan mereka mengenai isu-isu strategis global yang krusial dalam konteks perang semesta.
Pada kesempatan tersebut, Dr. Zeno Leoni yang didampingi oleh Dosen Fakultas Strategi Pertahanan Unhan RI, Dr. Fauzia G. Cempaka T., S.IP., M.Si (Han), menyampaikan materi kuliah yang terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama membahas topik “American Grand Strategy from Obama to Biden: Imperialism After Bush and China’s Hegemonic Challenge”, sementara sesi kedua mengangkat tema “To Exclude or Not to Exclude: AUKUS and Order-Engineering”.
Kegiatan sesi pertama perkuliahan ekslusif Dr. Zeno Leoni, membahas membahas topik “American Grand Strategy from Obama to Biden: Imperialism After Bush and China’s Hegemonic Challenge”. Dalam pemaparannya Dr. Leoni menjelaskan tentang evolusi strategi besar (grand strategy) Amerika Serikat (AS) sejak era pasca-Perang Dunia II hingga tantangan multipolar dunia modern.
Dr. Zeno Leoni menjelaskan bahwa meskipun administrasi AS berganti, terdapat kesinambungan strategis dalam mempertahankan dominasi globalnya, dengan pendekatan taktis yang bervariasi sesuai prioritas masing-masing presiden. Dimulai dari era George W. Bush, pendekatan unilateral melalui “War on Terror” menjadi titik balik yang menguji aliansi global AS. Di bawah administrasi Obama, fokus beralih ke “Selective Retrenchment” dan “Offshore Balancing” melalui kebijakan Pivot to Asia, yang bertujuan membendung pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik. Pada masa Trump, strategi “America First” memperkenalkan proteksionisme ekonomi dan peningkatan kehadiran militer secara lebih konfrontatif, sementara Biden memperkuat aliansi multilateral seperti Quad dan AUKUS untuk menjawab tantangan teknologi dan geopolitik di kawasan tersebut.
Dengan pendekatan analitis yang mendalam, Dr. Zeno Leoni, juga menyoroti dinamika kebijakan AS terhadap tiga kawasan utama: Asia-Pasifik, Timur Tengah, dan Eropa. Ia menjelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan gaya dan retorika antara Obama, Trump, dan Biden, kebijakan luar negeri AS tetap didasarkan pada prinsip kontinuitas strategis yang bertujuan mengelola ancaman global, khususnya dari China sebagai pesaing utama.
Sementara pada sesi kedua, Dr. Zeoni Leoni memaparkan topik “To Exclude or Not to Exclude: AUKUS and Order-Engineering.” Dalam presentasinya, Dr. Zeno Leoni menyoroti bahwa AUKUS merupakan kemitraan trilateral antara Amerika Serikat, Australia, dan Inggris yang bertujuan memperkuat keamanan kawasan Indo-Pasifik.
Salah satu fokus utama dari kemitraan ini adalah pengembangan kapal selam bertenaga nuklir yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Australia dalam menghadapi tantangan strategis di Laut China Selatan. Selain itu, AUKUS juga mencakup kerja sama dalam pengembangan teknologi canggih, seperti komputasi kuantum, kecerdasan buatan, dan hipersonik, yang akan memperkuat interoperabilitas ketiga negara. Melalui transfer teknologi yang sensitif, kemitraan ini diharapkan menciptakan tatanan internasional yang lebih pro-Barat, sambil membatasi akses China terhadap teknologi militer dan hubungan strategis dengan negara-negara lain.
Dr. Zeno Leoni menjelaskan bahwa meskipun AUKUS memberikan peluang besar bagi penguatan aliansi Barat, kemitraan ini juga menghadapi sejumlah tantangan. Dari segi internal, biaya proyek yang sangat besar, yang diperkirakan mencapai $280 miliar, telah menimbulkan kritik di Australia, terutama terkait prioritas belanja nasional.
Dari segi eksternal, keputusan Australia untuk beralih dari pembelian kapal selam Prancis ke kapal selam AUKUS menciptakan krisis diplomatik dengan Prancis, memperburuk hubungan di antara sekutu tradisional. Selain itu, eksklusivitas AUKUS, yang tidak melibatkan negara-negara kawasan seperti Indonesia, memicu kritik tentang legitimasi dan potensi memecah solidaritas di kawasan Indo-Pasifik.
Lebih jauh, Dr. Zeno Leoni membahas implikasi geopolitik dari AUKUS, khususnya terhadap China, yang dianggap sebagai alasan utama pembentukan aliansi ini. Ia mencatat bahwa meskipun para pemimpin AUKUS tidak secara eksplisit menyebutkan China sebagai target, inisiatif ini secara de facto ditujukan untuk membatasi pengaruh Beijing di kawasan. Reaksi keras China terhadap AUKUS, termasuk tuduhan bahwa aliansi ini memicu perlombaan senjata dan mentalitas Perang Dingin baru, menunjukkan betapa strategisnya langkah ini dalam dinamika kekuatan global. Namun, Dr. Zeno Leoni menegaskan bahwa keberhasilan AUKUS tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada kemampuan menciptakan legitimasi internasional, membangun kepercayaan di antara negara-negara kawasan, dan menjaga stabilitas regional dalam menghadapi persaingan yang semakin intensif di Indo-Pasifik.
Sebagai kesimpulan, Dr. Zeno Leoni menekankan bahwa AUKUS adalah langkah penting dalam menghadapi dinamika geopolitik modern, tetapi juga menjadi pengingat akan kompleksitas menjaga stabilitas global. Meskipun AUKUS menawarkan potensi besar dalam memperkuat aliansi Barat dan teknologi militer, keberhasilannya bergantung pada kemampuannya untuk menjawab kritik terkait eksklusivitas dan legitimasi, serta menjalin dialog dengan negara-negara kawasan. Dr. Zeno Leoni menutup dengan menyatakan bahwa inisiatif seperti AUKUS dapat menjadi peluang strategis yang luar biasa jika dilakukan dengan hati-hati, tetapi juga berisiko memperburuk ketegangan internasional jika tidak dikelola dengan baik.
Dalam kegiatan kuliah ini juga dilaksanakan sesi diskusi dan tanya jawab dengan mahasiswa Pascasarjana Program Magister Eksekutif (S-2) Strategi Perang Semesta Unhan RI, mencakup aspek materi kuliah yang terbagi dalam dua sesi utama. Sesi pertama membahas topik “American Grand Strategy from Obama to Biden: Imperialism After Bush and China’s Hegemonic Challenge,” yang mengeksplorasi strategi besar Amerika Serikat dalam menghadapi tantangan geopolitik global, khususnya terkait kebangkitan China sebagai kekuatan hegemonik. Sementara itu, sesi kedua mengangkat tema “To Exclude or Not to Exclude: AUKUS and Order-Engineering,” yang mendalami kemitraan trilateral AUKUS dalam konteks keamanan regional Indo-Pasifik, eksklusivitas aliansi, dan dampaknya terhadap dinamika geopolitik kawasan.
Seluruh rangkaian kegiatan kuliah eksklusif internasional mahasiswa Pascasarjana Program Magister Eksekutif (S-2) Strategi Perang Semesta Unhan RI diakhiri dengan penyerahan cinderamata oleh perwakilan mahasiswa kepada Dr. Zeno Leoni, dan dilanjutkan dengan foto bersama.
(Humas Unhan RI)