Jakarta – Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Jonni Mahroza, S.I.P., M.A., M.Sc., Ph.D., mewakili Menteri Pertahanan RI, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. Sjafrie Sjamsoeddin, M.B.A., secara resmi membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kebijakan Pertahanan Indonesia di bawah Good Neighbor Policy di Era Pemerintahan Prabowo”. FGD yang diselenggarakan Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Unhan RI ini bertempat di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12).
Kegiatan ini menghadirkan berbagai narasumber terkemuka, seperti Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dr. Dave Akbarshah Fikarno Laksono, B.A., M.E.; Dirjen Strategi Pertahanan Kemhan RI Mayjen TNI Ujang Darwis, M.D.A., yang diwakili Brigjen TNI Mohamad Nafis; akademisi pertahanan Dr. Peni Hanggarini, S.IP., M.A.; Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Roylliansyah Soemirat; dan Direktur Utama PT Pindad (Persero), Abraham Mose. Diskusi ini dimoderatori oleh mahasiswa Program Magister Strategi Perang Semesta Unhan RI, Moestika Moettaqaliman.
Dalam sambutannya, Rektor Unhan RI menegaskan bahwa Good Neighbor Policy menjadi landasan strategis dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Rektor Unhan RI juga menekankan pentingnya kebijakan tersebut sebagai bagian dari visi Presiden Prabowo Subianto yang mendorong kerja sama dengan negara-negara tetangga melalui prinsip “Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak.” Kebijakan ini dipandang mampu memperkuat hubungan bilateral dan multilateral sekaligus menjadi upaya kolektif menghadapi tantangan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.
Dalam kegiatan FGD ini, para narasumber menghadirkan lima topik strategis yang relevan dengan kebijakan pertahanan Indonesia di masa mendatang. Dr. Dave Akbarshah Fikarno Laksono, B.A., M.E., memaparkan “Evaluasi Pelaksanaan Jakumhanneg 2020-2024 dan Proyeksi Implementasi Good Neighbor Policy dalam Kebijakan Pertahanan Mendatang.” Wakil Ketua Komisi I DPR RI, juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama regional dan internasional melalui inisiatif ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP) serta perumusan China-ASEAN Code of Conduct (CoC). Dr. Dave Akbarshah juga menyarankan pengembangan kekuatan militer berbasis Anti-Access/Area Denial (A2/AD) untuk melindungi wilayah strategis dan revitalisasi industri pertahanan nasional guna mencapai kemandirian militer yang berkelanjutan.
Brigjen TNI Mohamad Nafis dalam paparannya yang berjudul “Proyeksi Strategi Pertahanan Indonesia Mendatang sejalan dengan Kebijakan Good Neighbor Policy” menyampaikan pentingnya pendekatan holistik terhadap ancaman militer, non-militer, dan hibrida, termasuk pemanfaatan teknologi Revolusi Industri 5.0 untuk membangun kapabilitas pertahanan adaptif. Brigjen TNI Mohamad Nafis juga menyoroti strategi seperti Perisai Trisula Nusantara dan reformasi institusi yang mendukung pembangunan ekonomi serta diplomasi internasional. Selain itu, Universitas Pertahanan RI (Unhan RI) diharapkan menjadi pusat kajian strategis untuk mendukung kebijakan pertahanan berbasis penelitian komprehensif.
Dr. Peni Hanggarini, S.IP., M.A., membahas “Dinamika Geopolitik Kawasan Indo-Pasifik, Ancaman Kontemporer terhadap Pertahanan Indonesia, dan Kebutuhan Transformasi Kebijakan Pertahanan Indonesia”. Dr. Peni Hanggarini, juga menyoroti kawasan Indo-Pasifik sebagai konstruksi geopolitik yang memerlukan pendekatan strategis melalui penguatan postur pertahanan dan diplomasi independen, termasuk revitalisasi visi Poros Maritim Dunia. Dr. Peni juga mengusulkan sinergi antar-aktor kebijakan dengan pola orkestrasi terintegrasi demi melindungi posisi strategis Indonesia di tengah dinamika global.
Rolliansyah Soemirat menyampaikan tema “Arah Kebijakan Luar Negeri di Bawah Pemerintahan Prabowo” dengan menekankan tantangan rivalitas geopolitik dan proteksionisme. Juru bicara Kemnlu RI ini menjelaskan bahwa Presiden RI Prabowo, menerapkan politik luar negeri bebas-aktif dengan prinsip “seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak,” diiringi keterlibatan aktif di forum internasional seperti BRICS, OECD, dan G7. Kebijakan ini diimplementasikan melalui lima prioritas strategis, termasuk diplomasi ketahanan nasional, perlindungan WNI, dan optimalisasi peran Indonesia sebagai penjaga perdamaian PBB.
Direktur PT. PINDAD, Dr. Yayat Ruyat, M.Eng., memaparkan arah pembangunan industri pertahanan nasional dalam tema “Arah Pembangunan Industri Pertahanan RI Menuju Kemandirian Pertahanan dan Pembangunan Kekuatan Militer Negara.” Direktur PT. PINDAD juga menjelaskan komitmen PT PINDAD dalam mendukung kemandirian pertahanan melalui inovasi teknologi, pengembangan alutsista modern, dan prioritas riset strategis. PT PINDAD juga berfokus pada perluasan pasar ekspor dengan visi strategis untuk menghasilkan produk canggih, seperti kendaraan militer dan sistem anti-drone, guna memperkuat daya saing Indonesia di pasar global.
Dalam FGD ini juga dilaksanakan sesi diskusi dan tanya jawab antara para mahasiswa program magister (S2) pascasarjana Unhan RI dengan para narasumber. Diskusi ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menggali lebih dalam terkait isu-isu strategis yang dipaparkan, termasuk tantangan dan peluang implementasi kebijakan pertahanan di masa mendatang. Para narasumber juga memberikan pandangan komprehensif yang memperkaya perspektif mahasiswa mengenai dinamika geopolitik, strategi pertahanan, dan penguatan industri pertahanan nasional, sehingga tercipta dialog yang konstruktif dalam menjawab kebutuhan pertahanan Indonesia di era global.
Kegiatan Focus Group Discussion ini ditutup oleh Rektor Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), yang diwakili oleh Dekan Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, S.IP., M.Sc. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada seluruh narasumber, peserta, dan panitia atas partisipasi aktifnya dalam FGD ini. Ia menegaskan bahwa diskusi ini telah berhasil menghasilkan rekomendasi strategis yang relevan untuk menyusun Kebijakan Umum Pertahanan Negara (Jakumhanneg) yang lebih adaptif dan komprehensif di era global.
Rektor Unhan RI juga menyoroti pentingnya Good Neighbour Policy sebagai landasan kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional untuk menjaga stabilitas kawasan dan memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga. Kebijakan ini, menurutnya, selaras dengan prinsip “Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak” yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam menghadapi tantangan geopolitik Indo-Pasifik, Indonesia sebagai middle power diharapkan mampu memanfaatkan posisinya untuk membangun stabilitas kawasan melalui kerja sama regional yang harmonis.
Rektor Unhan RI dalam sambutannya yang dibacakan oleh Dekan FSP Unhan RI juga menegaskan bahwa kebijakan pertahanan tidak hanya mencakup aspek militer, tetapi juga melibatkan seluruh komponen masyarakat, termasuk kontribusi akademisi dan industri pertahanan nasional. Dalam hal ini, penguatan industri pertahanan seperti PT Pindad menjadi sangat penting untuk mendukung kemandirian alutsista dan alpalhankam. FGD ini diharapkan menjadi awal dari langkah konkret untuk memperkuat strategi pertahanan yang responsif terhadap tantangan keamanan kontemporer, seperti terorisme, siber, dan ancaman kedaulatan lainnya.
Sebagai penutup, Rektor Unhan RI menyampaikan harapannya agar hasil dari FGD ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam penyusunan kebijakan pertahanan yang kokoh dan relevan, sekaligus menjadi pijakan bagi langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan global di masa mendatang.
Kegiatan FGD ini diakhiri dengan penyerahan plakat dan sertifikat oleh Rektor Unhan RI yang diwakili Dekan Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Unhan RI, Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, S.IP., M.Sc., kepada narasumber dan moderator, dan dilanjutkan foto bersama.
(Humas Unhan RI).