Bogor – Fakultas Keamanan Nasional Unhan menggelar seminar Nasional, dengan tema “Pemanfaatan Teknologi Kebencanaan untuk Pengurangan Resiko Bencana Guna Mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana”, yang menghadirkan 3 narasumber dari Kapusdatin BNPB Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.SI., APU dengan topik “Pemanfaatan Iptek untuk Penanggulangan Bencana”, Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng “Teknologi Sistem Peringatan Dini Kebencanaan”, dan Waasops Kasau Marsma TNI Anang Nurhadi, S.E dengan topik “Teknologi Matra Udara Dalam Penanggulangan Bencana Kekeringan Dan Kebakaran Hutan”. Seminar dilaksanakan di Gd. Auditorium Unhan, Kampus Unhan Kawasan IPSC Sentul – Bogor. Sabtu, (18/11)
Seminar dibuka oleh Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Letjen TNI Dr. I Wayan Midhio, M.Phil serta Keynote Speech disampaikan oleh (Guru Besar Prodi MB-FKN Unhan) Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si.
Rektor Unhan mengatakan bencana merupakan ancaman bagi kemanusiaan yang secara langsung dapat menggoyahkan dan menurunkan tingkat ketahanan wilayah.
Berdasarkan data indeks bencana Indonesia (DIBI) yang dikeluarkan oleh BNPB (2015), tercatat sekitar 1772 kejadian bencana dan tahun 2016 meningkat menjadi 2406 kejadian. Sementara itu hingga bulan juli 2017 sudah ada sekitar 1481 kejadian bencana di Indonesia.
Bencana-bencana tersebut didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti: banjir, kekeringan, angin puting beliung, dan tanah longsor. hal ini disebabkan kondisi Indonesia yang beriklim tropis sehingga cenderung memiliki intensitas curah hujan tinggi. selain itu kondisi geografis Indonesia yang berbukit, mengakibatkan di beberapa wilayah Indonesia rentan terhadap bencana banjir bandang, di sisi lain di daerah tersebut masih banyak dijadikan permukiman warga.
Teknologi kebencanaan, ditantang untuk mampu memberi informasi secara akurat, memberi penguatan secara cepat dan tepat kepada masyarakat yang terpapar bencana. pengurangan risiko bencana dapat dilaksanakan dengan baik, bila teknologi berdaya guna untuk mengatasi secara simultan potensi kerugian berupa : kematian, luka, sakit, gangguan jiwa, terancam, hilangnya rasa aman, pengungsian, kerusakan atau kehilangan harta benda, dan gangguan terhadap kegiatan masyarakat sehari-hari.
Teknologi kebencanaan sebetulnya tidak harus yang bersifat “high tech”. Teknologi Terapan, maupun Local Knowledge juga harus dikembangkan untuk melengkapi teknologi yang bersifat High Tech tersebut. diharapkan agar teknologi yang ada mampu diserap dalam pemahaman masyarakat sebagai pengguna, yang penting mampu membuat semua ancaman, tantangan, hambatan, gangguan berupa bencana dapat diatasi secara tuntas.
Rektor Unhan berharap seminar seperti ini hendaknya terus dilakukan untuk menambah wawasan berfikir, bersikap, dan bertindak dalam menciptakan National Resilience atau ketahanan nasional yang mampu menghadapi setiap ancaman, tantangan, hambatan, gangguan yang selalu datang silih berganti, mari kita bersama wujudkan “Indonesia tangguh bencana”.
Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si. menjelaskan tentang Pemanfaatan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Untuk Menurunkan Indeks Risiko Bencana. posisi para akademisi harus berfikir dan bersikap kritis, berhati-hati, jujur, terbuka, tidak berbelit-belit, Bertanggung Jawab Atas Pendapatnya.
Teknologi adalah Metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis, ilmu pengetahuan terapan, keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia, teknologi selalu berubah dengan cepat.
Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng menerangkan, kejadian bencana semakin meningkat, tidak hanya frekwensinya, tetapi juga skala intensitasnya. Bencana terjadi tidak saja disebabkan oleh faktor gejala alam, tetapi juga diakibatkan oleh tingkat ambang kirtis kerentanannya dan kapasitas publik dalam “menanggapinya”, sistem peringatan dini dengan teknologi yang tersedia saat ini, betapapun cukup cepat, akurat dan tepat, serta terdiseminasikan keberbagai wilayah berpotensi terdampak, tetapi belum cukup dipahami untuk “mendorong” aksievakuasi, sistem peringatan dini pada masa yang akan datang perlu menerapkan paradigm baru, yaitu prakiraan berbasis dampak, peringatan dini berbasis resiko (impactbasedforecasting, riskbasedwarning), sistem prakiraan berbasis dampak, peringatan dini berbasis resiko mensyaratkan pengamatan tingkat kerentanan wilayah untuk melengkapi prakiraan cuaca umum yang biasanya di diseminasikan.
Waasops Kasau Marsma TNI Anang Nurhadi, S.E. menyebutkan, ancaman yang nyata dan pasti terjadi adalah bencana, pemetaan atau identifikasi daerah rawan bencana merupakan langkah awal dalam upaya PB yang efektif dan efisien, PB harus ditangani secara cepat, tepat dan aman dengan melibatkan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan Dunia Usaha melalui penanganan yang komprehensif mulai dari prabencana, pada saat kejadian dan pasca bencana.
Pemerintah adalah penanggungjawab utama dalam PB. Pada tingkat pusat dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana sedangkan di daerah Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Pemerintah telah memiliki grand design untuk pengembangan Tsunami Early Warning System. Bagian yang tersulit dalam system ini adalah penyampaian peringatan kepada masyarakat dan masyarakat segera bertindak sesuai yang diharapkan.
UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah diundangkan pada tanggal 26 April 2007 dan akan menjadi dasar kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia.
Seminar kali ini tidak hanya didihadiri seluruh mahasiswa Unhan, juga turut hadir pejabat Eselon I, II dan III Unhan, Kapusdiklat BNPB, di kawasan IPSC Sentul Bogor, Pimpinan Mako Tagana Training Center, sentul Bogor, Bupati kab. Bogor, Kepala BPBD provinsi DKI Jakarta, Kepala BPBD Kabupaten dan Kota Bogor, Kepala BPBD Sulawesi Barat, Kepala BPBD Kabupaten Ende, Kepala BPBD provinsi Bali, Kepala BPBD Kabupaten/Kota se-Bali, Kepala dinas sosial Kab/Kota Bogor, Camat Citeureup Bogor. (Clr)
Authentikasi : Kabag Humas Unhan.
cukup menambah wawasan